Teka - teki pemenang The X Factor terjawab sudah. Seorang pemudi sekaligus muslimah, dan juga didukung tokoh Agama- Fatin Shidqia menjadi pemenangnya. Remaja berumur 16 tahun itu berhasil mengalahkan Novita Dewi di malam final. Gegap gempita seketika membahana. Kemenangan Fatin digadang-gadang sebagai kemenangan muslim, karena dari awal remaja pencinta musik itu setia mengenakan jilbabnya.
Tentu fenomena ini sangat miris jika kita cermati. Mendukung Fatin tentu sah-sah saja dilakukan oleh setiap orang, tapi mengaitkannya dengan kemenangan muslim, rasanya berlebihan.
Ajang pencarian bakat sebenarnya tidak lepas dari upaya Barat untuk ‘melunakkan’ para pemuda muslim dan mendekatkan mereka pada hedonisme dan hiburan.
Mengutip pernyataan Gleed Stones mantan Perdana Menteri Inggris. Dia mengatakan:
“Percuma kita memerangi umat Islam, dan tidak akan mampu menguasainya selama di dada pemuda-pemuda Islam ini bertengger Al-Qur’an. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur’an di hati-hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan ummat Muhammad daripada seribu meriam, oleh karena itu, tanamkanlah dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks.”
Maka cara ampuh yang mereka lakukan adalah mempromosikan ajang pencarian bakat ke negeri-negeri muslim. Indonesian Idol seperti kita ketahui dibawa ke negeri ini oleh perusahaan hiburan Amerika bernama Fremantle Media.Fremantle Media adalah perusahaan yang dimiliki oleh seorang kapitalis Yahudi, Rupert Murdoch.
Kini prototype ajang pencarian bakat menjamur dengan bentuk beragam, termasuk X Factors. Sama seperti American Idol, The X Factor dibentuk oleh Simon Cowell dan diproduksi Fremantle Media. Simon Cowell sendiri berlatar belakang Yahudi dengan ibu seorang Kristiani. Dan dua sejoli antara Simon Cowell dan Rupert Murdoch adalah para creator yang sangat gigih mengkreasi acara pencarian bakat yang kemudian disebar ke negara-negara muslim.
Di luar negeri sana, acara The X Factor tidak banyak direspon oleh umat muslim, karena mereka tahu siapa dalang di balik acara ini.
Meski ada kontestan muslim seperti Yousseph Slimani pada acara The X Factor tahun 2005 di Inggris, tapi respon muslim Inggris tidak seperti di Indonesia. Karena mereka tahu, acara seperti The X Factor tidak akan pernah bisa menaikkan harkat dan martabat muslim di Inggris. Hasilnya, Yousseph Slimani hanya sampai babak perempat final.
Beda Inggris, beda Indonesia. Meski Indonesia adalah negara mayoritas muslim, ketidakpedean justru menghinggapi diri kita, dengan menyebut kemenangan Fatin adalah kemenangan seorang muslim. Ucapan ini sangat memprihatinkan, jika kita mau menyadari siapa perintis aacara ini.
Dari dulu hal itu memang sudah tercium sejak keikutsertaan Fatin. Tidak lama Fatin tampil, Bruno Mars langsung memberikan dukungan. Bruno memberi dukungan bukan sekedar suara Fatin, tapi lebih dari itu karena Fatin berjilbab.Bruno ini penyanyi yang menyuarakan atheisme lewat lagunya It Will Rain.
Maka, dengan kemenangan Fatin tentu kita khawatir ada semacam pembenaran bagi kaum muslimah berbondong-bondong membanjiri ajang pencarian bakat seperti ini. Tubuh dan wajah mereka disaksikan oleh 250 juta bangsa Indonesia.Mereka meliuk-liuk dan bersaut-saut hanya demi ribuan SMS. Muslimah-muslimah kita nanti memiliki dalih masuk ke gelanggang yang sebenarnya jebakan Yahudi ini dengan satu kalimat: ‘Tidak masalah selama kami berjilbab’
Maka menarik kita cermati perkataan Muhammad Quthb, “Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah mendapatkan pengasuhan seorang ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu yang rusak akhlaknya, hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya. Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi adalah wanita.” Wallahua’lam bishawab.