Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wassalam bersabda:
Wanita
itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, kedudukannya
(keturunannya), kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang
memiliki agama, “. (Hadits Riwayat. Bukhari Muslim)
Syaithan
begitu berambisi dalam merusak sebuah keluarga. Berbagai upaya ditempuh
untuk mencapai ambisinya itu. Ini disebabkan keluarga merupakan pondasi
bagi terbentuknya masyarakat muslim yang berkualitas.
Setiap
manusia tentu mendambakan keamanan dan mereka berlomba-lomba untuk
mewujudkannya dengan setiap jalan dan cara yang memungkinkan. Rasa aman
ini lebih mereka butuhkan di atas kebutuhan makanan. Karena itu Islam
memperhatikan hal ini dengan cara membina manusia sebagai bagian dari
masyarakat di atas akidah yang lurus disertai akhlak yang mulia.
Bersamaan dengan itu, pembinaan individu-individu manusia tidak mungkin
dapat terlaksana dengan baik tanpa ada wadah dan lingkungan yang baik.
Dari sudut inilah kita dapat melihat nilai sebuah keluarga.
Keluarga
dalam pandangan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan Islam
menaruh perhatian besar terhadap kehidupan keluarga dengan meletakkan
kaidah-kaidah yang arif guna memelihara kehidupan keluarga dari
ketidakharmonisan dan kehancuran. Kenapa demikian besar perhatian Islam?
Karena tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga adalah batu bata pertama
untuk membangun istana masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman
yang diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim yang mampu
meninggikan kalimat Allah di muka bumi.
Bila
pondasi ini kuat, lurus agama dan akhlak anggotanya maka akan kuat pula
masyarakat dan akan terwujud keamanan yang didambakan. Sebaliknya, bila
tercerai berai ikatan keluarga dan kerusakan meracuni
anggota-anggotanya maka dampaknya terlihat pada masyarakat, bagaimana
kegoncangan melanda dan rapuhnya kekuatan sehingga tidak diperoleh rasa
aman.
Dengan
keterangan di atas pahamlah kita kenapa musuh-musuh Allah dari kalangan
syaitan jin dan manusia begitu berambisi untuk menghancurkan kehidupan
keluarga. Mereka bantu-membantu menyisipkan kebatilan ke dalam keluarga
agar apa yang diharapkan Islam dari sebuah keluarga tidak terwujud. Dan
sangat disesalkan ibarat gayung bersambut, kebatilan itu banyak diserap
oleh keluarga muslim. Akibatnya tatanan rumah tangga hancur dan
dampaknya masyarakat diantar ke bibir jurang kehancuran. Naudzubillah
min dzalik!!! Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian.
Jauh
sebelumnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah memperingatkan
kita akan makar iblis terhadap anak Adam. Bagaimana iblis begitu
bergembira bila anak buahnya dapat menghancurkan sebuah keluarga,
memutuskan hubungan antara suami dengan istri sebagai dua tonggak dalam
kehidupan keluarga.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya
Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian ia mengirim
tentara-tentaranya. Maka yang paling dekat di antara mereka dengan iblis
adalah yang paling besar fitnah yang ditimbulkannya. Datang salah
seorang dari mereka seraya berkata: Aku telah melakukan ini dan itu.
Maka Iblis menjawab: “Engkau belum melakukan apa-apa”. Lalu datang yang
lain seraya berkata: “Tidaklah aku meninggalkan dia (manusia yang
digodanya) hingga aku berhasil memisahkan dia dengan istrinya”. Maka
Iblis pun mendekatkan anak buahnya tersebut dengan dirinya dan memujinya
dengan berkata: “Ya, engkaulah“. (Hadits riwayat Muslim dalam
Shahihnya, Kitab Shifatul Qiyamah wal Jannah wan Naar, Bab Tahrisyu Asy
Syaithan wa Ba`tsuhu Sarayahu Li Fitnatin Naas, 17/157- Syarah Nawawi)
Dalam
Syarah Shahih Muslim (17/157) berkata Imam Nawawi rahimahullah
menjelaskan hadits di atas bahwa Iblis bermarkas di lautan dan dari
situlah ia mengirim tentara-tentaranya ke penjuru bumi. Iblis memuji
anak buahnya yang berhasil memisahkan antara suami dengan istrinya
karena kagum dengan apa yang dilakukannya dan ia dapat mencapai puncak
tujuan yang dikehendaki iblis.
Sebegitu
kuat ambisi iblis dan para syaitan sebagai tentaranya untuk
menghancurkan kehidupan keluarga hingga mereka bersedia membantu syaitan
dari kalangan manusia untuk mengerjakan sihir yang dapat memisahkan
suami dengan istrinya. Allah Ta`ala berfirman menyebutkan ihwal
orang–orang Yahudi yang biasa melakukan pekerjaan kufur ini (sihir) guna
memisahkan pasangan suami istri:
“Orang-orang
Yahudi itu mengikuti apa yang dibacakan para syaitan pada masa kerajaan
Nabi Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan
sihir) padahal Sulaiman tidaklah kafir (mengerjakan sihir) namun
syaitan- syaitan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada
manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di Babil yaitu Harut
dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seorangpun
sebelum keduanya mengatakan: “Kami hanyalah ujian (cobaan) bagimu maka
janganlah engkau kufur dengan belajar sihir”. Maka mereka mempelajari
sihir dari keduanya yang dengan sihir tersebut mereka bisa memisahkan
antara suami dengan istrinya…” (Al Baqarah: 102)
Kita berlindung kepada Allah ta`ala dari kejahatan sihir dan pelakunya!
Pembaca
yang semoga dirahmati Allah ta`ala… ketahuilah, suatu keluarga baru
memiliki nilai lebih bila bangunan keluarga itu ditegakkan di atas dasar
takwa kepada Allah Ta`ala.
Untuk
kepentingan ini perlu dipersiapkan anggota keluarga yang shalih,
tentunya dimulai dari pasangan suami istri. Seorang pria ketika akan
menikah hendaknya mempersiapkan diri dan melihat kemampuan dirinya. Dia
harus membekali diri dengan ilmu agama agar dapat memfungsikan dirinya
sebagai qawwam (pemimpin) yang baik dalam rumah tangga.
Karena Allah Ta`ala telah menetapkan:
“Kaum
pria itu adalah pemimpin atas kaum wanita disebabkan Allah telah
melebihkan sebagian mereka (melebihkan kaum pria) di atas sebagian yang
lain (di atas kaum wanita) dan karena kaum pria telah membelanjakan
harta-harta mereka untuk menghidupi wanita…“. ( An Nisa: 34)
Hendaknya
seorang pria menjatuhkan pilihan hidupnya kepada wanita yang shalihah
karena demikian yang dituntunkan oleh Nabi kita yang mulia Muhammad
shallallahu alaihi wasallam.
Beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda tentang kelebihan wanita yang shalihah:
“Dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah “. (HR. Muslim dalam Shahihnya, Kitab Ar Radlaa`, Bab Istihbaab Nikaahil Bikr. 10/56, Syarah Nawawi)
“Ada
empat perkara yang termasuk dari kebahagiaan: istri yang shalihah,
tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan tunggangan
(kendaraan) yang nyaman. Dan ada empat perkara yang termasuk dari
kesengsaraan: tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalihah),
tunggangan yang jelek dan tempat tinggal yang sempit“. (HR.
Ibnu Hibban. Hadits ini dishahihkan Syaikh Muqbil rahimahullah dalam
kitab beliau ” Ash Shahihul Musnad Mimma Laysa fish Shahihain” 1/277)
Beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengabarkan:
“Wanita
itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, kedudukannya
(keturunannya), kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang
memiliki agama, taribat yadaak “. (HR. Bukhari dalam
Shahihnya no. 5090, Kitab An Nikah, bab Al Akfaau fid Dien, dan Muslim
dalam Shahihnya, Kitab Ar Radla, bab Istihbaab Nikahi Dzatid Dien,
10/51, Syarah Nawawi)
Imam
Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa yang benar tentang makna hadits di
atas adalah Nabi shallallahu alaihi wasallam mengabarkan tentang
kebiasaan yang dilakukan manusia. Mereka ketika hendak menikah memilih
wanita dengan melihat empat perkara tersebut dan mereka mengakhirkan
pertimbangan agama si wanita . Maka hendaklah engkau wahai orang yang
meminta bimbingan memilih wanita yang baik agamanya. (Shahih Muslim bi
Syarhin Nawawi, 10/51-52)
Imam Nawawi melanjutkan: “Dalam
hadits ini ada hasungan untuk bergaul/berteman dengan orang yang
memiliki agama baik dalam segala sesuatu karena berteman dengan mereka
bisa mengambil faedah dari akhlak mereka, barakah mereka dan baiknya
jalan hidup mereka, di samping itu kita aman dari kerusakan yang
ditimbulkan mereka“. (10/52)
Masalah
agama ini juga harus menjadi pertimbangan seorang wanita ketika ia
memutuskan untuk menerima pinangan seorang pria, karena pria yang shalih
ini bila mencintai istrinya maka ia akan memuliakannya, namun bila ia
tidak mencintai istrinya maka ia tidak akan menghinakannya. Dan hal ini
harus menjadi perhatian wali si wanita karena Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda :
“Apabila
datang kepada kalian (para wali wanita) orang yang kalian ridla agama
dan akhlaknya (untuk meminang wanita yang di bawah perwalian kalian)
maka nikahkanlah laki-laki itu, kalau tidak kalian lakukan hal tersebut
niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan terjadi kerusakan yang
merata“. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dll)
Di
antara yang dijadikan Islam sebagai tujuan berumah tangga dan
dibentuknya sebuah keluarga adalah untuk memperbanyak umat Muhammad
shallallahu alaihi wasallam. Karena itu ketika datang seorang pria
menghadap beliau dan mengatakan : “Aku mendapatkan seorang wanita
yang memiliki kecantikan dan keturunan namun ia tidak dapat melahirkan
(mandul), apakah boleh aku menikahinya ?” Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam menjawab: “Jangan menikahinya”. Kemudian pria tadi datang
menghadap Nabi untuk kedua kalinya dan mengutarakan keinginannya untuk
menikahi wanita tersebut, namun beliau melarangnya. Kemudian ia datang
lagi untuk ketiga kalinya, maka beliau shallallahu alaihi wasallam
bersabda :
“Nikahilah
oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur (banyak anaknya) karena
aku akan berbangga-bangga dengan banyaknya kalian di hadapan umat-umat
yang lain“. (HR. Abu Daud dan Nasai. Dishahihkan oleh Syaikh Muqbil dalam “Ash Shahihul Musnad Mimma Laysa fis Shahihain” 2/211)
Bila
setiap muslim memperhatikan dan melaksanakan dengan baik apa yang
ditetapkan dan digariskan oleh syariat agamanya niscaya ia akan
mendapatkan kelurusan dan ketenangan dalam hidupnya, termasuk dalam
kehidupan berkeluarga. Dan dia benar-benar dapat merasakan tanda
kekuasaan Allah ta`ala sebagaimana dalam firman-Nya;
“Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian
pasangan-pasangan kalian dari diri-diri (jenis) kalian sendiri agar
kalian merasa tenang dengan keberadaaan mereka dan Dia menjadikan di
antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda –tanda bagi kaum yang mau
berfikir“. (Ar Ruum: 21 )
Wallahu ta`ala a`lam bishawwab.