DULU, status seorang ustdz benar-benar disegani, dan pengetahuan mendalam tentang agama, membuat mereka berhati-hati dalan menyampaikan setiap ilmu yang diberikan. Namun, dengan gencarnya komersialisasi televisi, maka sekarang banyak lahir ustad-ustad tipe baru.
Bergesernya status ustadz dan bertepatan dengan momentum
ramadhan, membuat MUI berkomentar. MUI menilai banyak ulama atau ustadz
yang tidak berkompeten dan berintegrasi tampil, menjadi penceramah
agama di televisi.
“Harusnya kualitas dan validitas serta keteladanan juru
dakwah diperhitungkan,” kata Wakil Ketua Tim Pemantau TV Ramadan 1431 H
dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Imam Suhardjo di Kantor Kementerian
Komunikasi dan Informatika beberapa hari yang lalu.
Imam mencermati, banyak dai yang menyampakan riwayat keagamaan dengan akurasi yang rendah. “Menggunakan hadits yang tidak sahih,” kata Imam. Ia berharap para penceramah terus berusaha meningkatkan kompetensinya sebagai ustadz.
Menurut Imam, ustadz yang mempunyai kompetensi bisa dilihat dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik. Kognitif, artinya ustadz mempunyai pengetahuan agama yang mumpuni. Afektif, ustadz mempunyai kemampuan mengaitkankan ajaran-ajaran agama dengan permasalahan sehari-hari. Sedangkan psikomotorik, ustadz itu mempunyai kehidupan atau perbuatan yang terpuji.
“Kalau tidak ada ketiga itu, berarti tidak layak disebut ustadz,” ujar Imam. Ia berharap stasiun televisi lebih berhati-hati memilih penceramah. Televisi dihimbau untuk lebih mengutamakan kompetensi diatas unsur selebritas.
Islampos
Bagus Nih artikelnya... thanks gan
BalasHapuswah kalo dipikir pikir bener juga tuh ya mas
BalasHapusMaulidin > Iya gan sama2,trima kasih udah mau berkunjung
BalasHapusMuhammad S >> Iya gan kebanyakan sprti itu
BalasHapusTop inpoh gan
BalasHapusMakasih mas
Hapus