Sabtu, 08 Maret 2014

Goyang Erotis Di’Oplos’ Bareng Ceramah Agama?

Hai cyiiin…! Jumpa lagi dengan saya dalam kritikan saya kepada Yuuuuk.. Kiiiip…. Smaaaaaill! Hehe…Masih tentang tayangan Yuk Keep Smile (YKS) yang beberapa hari lalu juga saya bahas. Tangan saya benar-benar gatel kalau belum tuntas menuliskan kritik saya tentang program hiburan yang satu itu. Saya pikir ini bentuk upaya perlawanan saya. Umpan balik yang wajar, yang seharusnya juga didengar dan direnungi oleh para pelaku televisi di balik layar kaca itu.

Pada saat saya beberapa hari lalu mengkritik YKS, ada yang mengingatkan saya bahwa sekarang YKS sudah berubah.
Perubahan itu ditandai dengan masuknya ustad Maulana untuk mengisi tausiyah diacara tersebut. Heboh juga sih berita tentang perubahan itu. Saya juga sempat menonton beberapa tayangan yang didokumentasikan di youtube dan beberapa artikel di media massa soal itu.

Saya menonton salah satu edisi dimana YKS mengundang beberapa puluhan anak yatim kemudian diisi ceramah Ust. Maulana dengan gaya ‘tidak lazim’-nya sebagai seorang ustad. Saya melihat bagaimana para artis-artis yang biasanya memakai rok mini hingga hampir terlihat celana dalamnya itu tiba-tiba memakai pakaian yang ‘lebih tertutup’. Meski tetap saja ketat. Saya melihat bagaimana para pelawak YKS mulai yang suka membullying sampai yang biasa dibullying diatas panggung itu tiba-tiba jadi melankolis. Semua menangis saat ceramah Ust. Maulana menyinggung soal anak-anak yatim. Mulai para penonton, sampai artis-artis yang sebelumnya lebih sering kita lihat mereka bergoyang oplosan seperti nggak punya masalah apapun dalam hidupnya.

Ada juga yang komentar ke saya kalau YKS juga peduli dengan korban banjir di Jakarta dan beberapa daerah lainnya. Memang saya lihat foto-foto mereka sedang berjejer di panggung sambil mendoakan para korban banjir di beberapa situs berita lokal. Hemat saya perubahan itu dibuat karena dampak dari teguran KPI yang mengatakan bahwa pihak Trans TV melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3PS) karena ada adegan yang menampilkan gerakan tubuh yaitu tarian dengan unsur erotis saat joget lagu oplosan.

Saya mengakui ‘kecerdasan’ –jika itu dianggap lebih sopan daripada ‘kelicikan’ – owner dan jajaran pengambil keputusan lainnya dalam stasiun televisi ini. ‘Kecerdikan’-nya untuk menutup seluruh akses untuk para audiens yang kritis dan KPI untuk menyerang balik muatan negatif yang diakibatkan goyang oplosan, lirik lagunya, sampai pamer auratnya, bisa dibilang strategi yang brilliant. Jika sampai ada pihak-pihak yang masih saja mengkritik apa yang sudah mereka lakukan saat ini – ceramah agama, peduli sosial, dan lain sebagainya – akan dianggap keterlaluan dan pasti akan mendapat pembelaan dari masyarakat yang lebih luas.

Kalau istilah marketing komunikasi, ini nggak jauh beda dengan corporate social responsibility (CSR), meski istilah itu nggak cocok dipakai disini. Yang pertama karena YKS bukan korporasi. Yang kedua, istilah “responsibility” itu sepertinya kurang cocok, karena bagaimana mungkin sebuah institusi bisa dibenarkan melakukan tindakan negatif disatu sisi, sedangkan disisi yang lainnya berbuat layaknya ‘superhero’?? Satu contoh mudah aja, apa bisa dibenarkan kalau perusahaan rokok yang jelas-jelas menjadi salah satu penyebab kerusakan kesehatan bagi para penghisapnya, kemudian dia bisa begitu saja membersihkan citra buruknya dengan memberi beasiswa kepada anak-anak yatim?? Pendeknya: Bapaknya dibunuh dengan cara disuruh ngisep rokok itu nggak apa-apa, asal anaknya disantuni. Gitu?

Soal ceramah agama dan mengundang anak yatim di YKS, menurut saya ini kamuflase yang sadis! Pertama, dari sisi pemilihan siapa ustadnya aja menurut saya itu sudah terlihat ketidakseriusan mereka untuk berdakwah secara serius. Kenapa harus Ust. Maulana? Apa karena ceramahnya menghibur? Sebenarnya apa sih batasannya menjadikan ceramah sebagai objek hiburan? Apakah dengan cara mengucapkan salam sambil melambaikan tangan seperti orang menari? Apakah dengan cara mengucap hamdalah (alhamdulillah) sambil berputar-putar itu lucu? Lucu, menghibur, atau justru melecehkan Allah?

Saya tidak menuduh itu pelecehan terhadap Allah dengan mengucapkan salam dan hamdalah sambil menari atau berputar-putar. Tapi cobalah kita pikirkan bersama secara rasional, pernahkah anda memuji orang tua anda, kakek-nenek anda, atau atasan anda dikantor, sambil menari-nari dan berputar-putar seperti itu? Cobalah untuk berpikir sedikit untuk memberikan penilaian apakah hal itu pantas atau tidak. Jika tidak pantas untuk mereka, lalu bagaimana dengan Allah? Pantaskah itu dilakukan dihadapan Allah?

Saya bukan ingin menyalahkan Ust. Maulana. Saya yakin beliau seperti itu juga karena bentukan media. Produser-produser berduit itulah yang sedikit banyak mengontrol gaya ceramahnya, bahkan mungin sampai pada tataran materi yang akan disampaikannya. Coba pernahkah membahas tentang hukum berpakaian seksi dalam ceramah di YKS? Pernahkah membahas tentang hukum bergoyang dalam pandangan Islam? Atau mungkin tentang hukum bercampurnya laki-laki dengan perempuan? No way! Sudah bisa dipastikan kita tidak akan menemui topik-topik itu.

Lalu topik apa saya biasa diangkat? Sudah bisa ketebak! Topik-topik yang diangkat pasti hanya seputar amar ma’ruf (mengajak kebaikan) saja. Nggak akan ada topik nahi munkar (mencegah kemungkaran) disini! Yah, bagaimana mungkin bahas tentang kemungkaran kalau setelah pengajian diajakin goyang oplosan??

Sekali lagi. Saya yakin ini bukan murni kesalahan Ust. Maulana. Semua dalam kontrol media. Dia nggak bisa apa-apa. Dia dibayar untuk bicara apa yang sudah di-request oleh stasiun tivi itu. Kesalahan dia hanya terletak pada: kebersediaannya masuk dalam perangkap itu.

Kedua, tayangan YKS justru mencampurkan yang haq dan batil dalam satu program. Jika tujuannya menambahkan ceramah agama itu benar-benar untuk ‘tameng’ untuk meligitimasi bolehnya goyang oplosan dimata masyarakat berarti emang parah namanya. Haq dan batil tidak mungkin disatukan. Jelas kedua hal itu bertolak belakang. Selamanya goyang erotis tidak akan pernah bisa di’oplos’ bareng ceramah agama! What the hell is it?? Terlalu banyak dalil yang mengatakan haramnya berbuat demikian meski tidak saya kutip dalam tulisan ini!

Saya pikir, masyarakat benar-benar wajib menjadi kritis ketika melihat tayangan di media. Menelan pesan media mentah-mentah di era yang penuh dengan tipu daya ini. Cobalah berpikir sejenak setiap kita menonton televisi. Tanyakan dalam hati anda sendiri: Perlukah saya tonton acara ini? Apa manfaatnya untuk saya? Makin menambah pahala ataukah justru dosa? Kira-kira berapa banyak waktu saya yang habis untuk menonton acara ini? Kira-kira apa keuntungan si pembuat acara gara-gara saya nonton? Kira-kira kenapa mereka menampilkan artis ini dan itu? Kenapa pesan yang disampaikan seperti itu? Dan berbagai pertanyaan kritis lainnya. Lalu jawab sendiri saja. Tidak perlu suruh orang lain menjawab. Jika anda cerdas, maka televisi dirumah anda akan lebih banyak nganggur ketimbang dinyalakan.

Saya sih, sebagai penonton juga sekedar memberikan catatan-catatan kritis saya. Silakan saja kalau anda ikut sepakat, sependapat, dan mendukung saya. Jika tidak, ya silakan saja. Tidak ada yang memaksa anda.Yang tidak sepakat dengan saya, biasanya akan komentar model begini,
“Jangan cuma bisa mengkritik dong! Buktikan kalau kamu lebih baik!”

Hehe, itu komentar paling stereotip yang mungkin sudah ada template-nya di otak mereka. Nggak salah sih. Itu komentar ada benarnya, tapi sayangnya kurang tepat untuk diucapkan. Coba anda pikirkan untuk menjawab orang semacam ini? Apa lalu kita beri dia deretan daftar apa-apa yang sudah kita lakukan untuk membuat perubahan??? Oooh,… come on! Memangnya siapa dia? Petugas catatan sipil??

Underground Tauhid
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar