Perlu kita ketahui sahabat,bahwasanya sebagai dua aliran keagamaan yang sama-sama sesat, ternyata Syiah
Imamiyah dan Islam Jamaah (Lembaga Dakwah Islam Indonesia – LDII)
memiliki kesamaan-kesamaan doktrin aqidah.
Dr. Muhammad Arifin Baderi telah melakukan diskusi dengan sejumlah
penganut LDII dan menuliskan beberapa kesamaan antara Syiah Imamiyah dan
Islam Jamaah.
1. Doktrin Mangkul
Manqul H Nur Hasan Ubaidah adalah proses pemindahan ilmu dari guru ke
murid. Ilmu itu harus musnad (mempunyai sandaran) yang disebut sanad,
dan sanad itu harus mutashil (bersambung) sampai ke Rasulullah sehingga
Manqul-Musnad-Muttashil (disingkat M.M.M.) diartikan belajar atau
mengaji Al Quran dan hadits dari Guru dan gurunya bersambung terus
sampai ke asulullah. Atau mempunyai urutan guru yang sambung bersambung
dari awal hingga akhir.
Mungkin ada dari pembaca yang bertanya-tanya: Apa buktinya bahwa doktrin
Mangkul LDII adalah hasil jiplakan dan hasil adopsi dari sekte Syi’ah
Imamiyah?
Jawabannya adalah salah satu judul bab dalam kitab Al Kafi karya tokoh Syiah Al Kulaini:
“Bab: Tidak ada sedikit pun kebenaran yang ada di masyarakat selain yang
disampaikan oleh para imam, dan segala sesuatu yang tidak disampaikan
oleh mereka maka itu adalah bathil.” (Al Kafi, 1/399).
Kemudian Al Kulaini menyebutkan ucapan Abu Ja’far (salah seorang yang dianggap sebagai Imam Syi’ah Itsna ‘Asyariyyah):
“Tidaklah ada seseorang memiliki al haq, tidak juga kebenaran, dan
tidaklah ada seseorang yang memutuskan suatu keputusan yang benar,
selain dengan apa yang telah kami ajarkan yaitu Ahlul Bait (anak
keturunan Ali). Dan bila mereka telah berselisih dalam berbagai
permasalahan, maka pasti merekalah yang salah dan kebenaran hanya datang
dari Ali alaihis salam.” (Al Kafi oleh Al Kulaini, 1/399).
Bandingkan antara ucapan apa yang saya nukilkan dari kitab Al Kafy karya
Al Kulainy ini, dengan doktrin mangkul ala LDII. Saya yakin orang yang
hati nuraninya masih terpancar kecintaan terhadap kebenaran dan rasa
takut akan neraka serta harapan untuk masuk surga akan berkata:
Sesungguhnya dua doktrin ini adalah sama dan tidak ada bedanya. Inilah
sekte induk LDII.
Dengan demikian jelaslah asal usul doktrin mangkul ala LDII dan bahwa
Nur Hasan Ubaidah hanyalah menjiplak dan mencuri doktrin Syi’ah Imamiyah
dan kemudian dipoles dengan belajar hadits dengan penafsiran dan
pemahaman yang mendukung kepentingannya, yaitu pemungutan upeti
sebagaimana yang diakui oleh saudara Aris Wahyono (mantan pengikut
LDII).
suatu doktrin yang amat buruk sekali yang mungkin ini adalah belenggu
yang telah dililitkan oleh tokoh-tokoh LDII di leher setiap pengikutnya,
agar mereka tidak mendengar dan membaca dari selain kelompoknya.
2. Imam Bithanah dan Imam 12
Di antara yang menguatkan dugaan bahwa LDII adalah hasil jiplakan dari
Syi’ah Imamiyyah ialah apa yang mereka sebut dengan Imam Bithanah.
Dalam keyakinan Syi’ah Imamiyah dinyatakan bahwa umat Islam harus
dipimpin oleh seorang imam yang ma’shum (terpelihara dari kesalahan dan
perbuatan dosa), jumlahnya adalah 12 orang, dan imam mereka yang
terakhir disebut dengan Muhammad bin Hasan Al Askari. Syi’ah Imamiyyah
meyakini bahwa imam mereka yang ke 12 ini bersembunyi sejak berumur 4
atau 5 tahun di ruang bawah tanah, dan tidak ada yang dapat menjumpainya
kecuali orang yang mereka istilahkan sebagai al bab
(perwakilan/agen/amir perantara). Dan Mereka mengharamkan siapa saja
untuk menentukan tempat persembunyiannya ini, bahkan sampai-sampai Al
Kulaini berkata:
“Dari Dawud bin Al Qasim Al Ja’fari, ia menuturkan: Aku pernah mendengar
Abul Hasan Al Askary (yaitu imam yang ke-10) berkata: ‘Penggantiku
ialah Al Hasan (yaitu putranya sendiri), dan bagaimana sikap kalian
dengan pengganti orang yang menggantikanku?’ Akupun bertanya: ‘Mengapa?
Semoga Allah menjadikan aku sebagai tebusanmu.’ Ia menjawab:
‘Sesungguhnya kalian tidak akan melihat orangnya, dan juga tidak halal
bagi kalian untuk menyebutkan namanya.’ Maka aku pun bertanya:
‘Bagaimanakah kami menyebutnya?’ Ia menjawab: ‘Katakan: Orang yang
menjadi hujjah dari keluarga Muhammad, semoga shalawat dari Allah dan
salam-Nya terlimpahkan selalu kepadanya.’” (Al Kafi 1/332-333).
Bila kita bandingkan doktrin Syi’ah Imamiyah ini dengan doktrin LDII
yang mengajarkan kepada umatnya agar berbai’at kepada Imam Bithanah yang
senantiasa dirahasiakan jati dirinya (nama, tempat tinggal, umur, dan
lain-lain), niscaya kita dapatkan dua doktrin ini serupa dan sama.
Mungkin yang membedakan antara keduanya hanyalah hukum menyebutkan nama
atau tempat tinggal imam tersebut.
3. Mengkafirkan Orang di Luar Kelompoknya
Baik Syiah Imamiyah maupun Islam Jamaah menerapkan pengkafiran bagi
mereka yang tidak mengikuti ajaran-ajarannya seperti dalam persoalan
kepemimpinan kelompoknya: imamah Ahlul Bait bagi Syiah dan keamiran bagi
Islam Jamaah.
Di antara masalah akidah Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang
bertentangan dengan Ahli Sunnah adalah, keyakinan Syi’ah bahawa
kepimpinan Ali dan keturunannya dari garis Husain merupakan pokok-pokok
keimanan, seperti beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, beriman
kepada para malaikat -Nya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman
kepada para rasul-Nya dan beriman kepada hari akhir.
Tidak sah dan tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala iman
seorang muslim, jika dia tidak beriman bahawa Ali adalah khalifah yang
dilantik oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Demikian juga halnya dengan 11
imam keturunan Ali bin Abi Talib. Siapa yang berani menolak hal ini atau
ragu-ragu, maka dia adalah kafir yang akan kekal di neraka. Seperti
inilah riwayat-riwayat yang terkandung di dalam Al Kafi dan kitab-kitab
lain yang mengupas masalah akidah mereka.
Atas dasar inilah, sebagian besar kaum Syiah mengkafirkan Ahli Sunnah
secara umum. Hal ini karena akidah Ahlu Sunnah berbeda dengan akidah
mereka (Syi’ah). Bahkan Ahlu Sunnah tidak mengakuif akidah seperti ini
dan menganggap bahawa akidah ini adalah batil dan dusta atas nama Allah
Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Bahkan Syi’ah juga mengkafirkan para sahabat yang tidak mengakui imamah
Ali Radhiyallahu ‘Anh. Mereka juga mengkafirkan tiga orang khulafa
rasyidin sebelum Ali yaitu Abu Bakar, Umar dan Uthman dan para sahabat
lain yang menyokong ketiga orang khalifah ini.
Bagi penganut Islam Jamaah (LDII) orang di luar kelompoknya tidak saja
dikafirkan, akan tetapi statusnya juga najis. Sehingga banyak sekali
kisah masyarakat umum yang mencritakan bagaimana bekas shalat mereka di
masjid LDII dicuci dan dipel. Penganut LDII juga tidak mau shalat di
masjid Islam yang umum. Bahkan orang-orang Islam jamaah cenderung tidak
mau bersalaman dengan orang umum. Jika pun mau berinteraksi dengan
dengan masyarakat umum, sesungguhnya itu dilakukan dalam rangka bithanah
(sistem taqiyah dalam rangka menyelamatkan diri).
Warga Islam Jamaah (LDII) mempraktekkan pengkafiran muslim lainnya dalam hal:
tidak makmum shalat kepada imam shaat non warga Islam Jamaah (LDII),
kalau terpaksa harus makmum maka niatnya sholat munfarid/sholat
sendiri,
tidak menyolati atau mendoakan jenazah muslim non warga Islam Jamaah (LDII) walaupun orang tua sendiri,
anak-anak warga Islam Jamaah (LDII) yang tidak mau masuk Islam Jamaah (LDII) tidak mendapat haq waris
tidak boleh nikah dengan orang Islam diluar Islam Jamaah (LDII), dan
sahnya nikah harus Nikah Dalam (ND) dulu, nikah di KUA hanya formalitas
untuk mendapatkan surat nikah,
warga Islam Jamaah (LDII) yang keluar atau dikeluarkan dari Islam Jamaah (LDII) dihukumi murtad dari Islam
4. FBBL dan Taqiyah
Islam Jamaah memiliki sistem taqiyyah yang serupa dengan taqiyah Syiah
dengan istilah “Fathanah, Bithanah, Budiluhur Luhuring Budi karena
Allah.” Dengan menggunakan istilah-istilah yang Islami dan mulia,
orang-orang yang tidak mengerti menjadi percaya dan yakin bahwa itu
adalah ajaran Islam.
Fathanah Bithanah Budi Luhur (FBBL) adalah sebuah doktrin di dalam Islam
Jamaah dimana untuk kepentingan dakwah LDII seseorang dihalalkan untuk
berbohong. Jika ada orang di luar LDII mempermasalahkan faham
pengkafiran yg dilakukan LDII terhadap orang Islam di luar kelompoknya,
maka seorang pengikut LDII bisa berbohong dengan menyangkalnya.
Begitupun ketika suatu waktu LDII mengatakan kepada ketua MUI bahwa LDII
sudah berubah (melakukan perbaikan-perbaikan), itu hanyalah bagian dari
strategi ‘bithanah’.
Di kalangan kelompok LDII faksi Abu Hamzah ada istilah ‘diplomasi’.
Sebagaimana konsep bithanah, dalam situasi mendesak seseorang bisa
berbohong, untuk kepentingan dakwah atau kepentingan orang-orang lain di
kelompoknya. Diplomasi hingga tingkat ini tidak diajarkan kepada
orang-orang baru di kelompoknya, yaitu orang-orang yang belum terikat
kuat. Faham-faham yg diajarkan kepada orang-orang baru ini dipilih yang
tidak terdengar aneh, hanyalah yg normatif dan terkesan tidak
menyimpang. Sambil dibimbing bertahap agar terikat lebih kuat,
orang-orang baru disikapi diplomatif.
Misalnya jika terlanjur muncul ‘fitnah’ bahwa kelompok ini mengkafirkan
orang-orang di luar kelompoknya (siapapun dia), maka para seniornya akan
berdiplomasi kepada orang-orang baru tersebut dengan mengatakan, “Kita
tidak meng-kafirkan orang, kok…” Atau jika ada tudingan bahwa mereka
tidak melakukan sholat Jum’at, maka untuk menenangkan orang-orang baru
akan dikatakan, “Kita tidak melarang orang untuk shalat Jum’at, kok…”
Atau jika ada tudingan bahwa mereka mengajarkan pemutusan hubungan
silaturahim jika orang-tua atau keluarga tidak segolongan dengan mereka,
maka mereka akan mengatakan, “Kita tidak melarang orang mau bertemu ibu
atau keluarganya, kok..”
5. Merampok Harta Anggota
Warga Islam Jamaah (LDII) diwajibkan memberikan Infaq Persenan Wajib.
Wajib infaq ini besarnya sampai 10% dari penghasilan yang disetor kepada
imam Pusat sebagai tanda sambung dengan imam. Ditambah infaq dan
shadaqoah lain untuk Pusat, Daerah, Desa dan Kelompok. LDII mengklaim
pada anggotanya bahwa yang tidak setor iuran wajib seperti itu atau
berusaha mengakalinya akan masuk neraka.
Berbagai doktrin tersebut pada ujung perjalanannya adalah sarana untuk
mengeruk harta umat islam dan sekaligus ongkang-ongkang alias nganggur
sambil menikmati setoran upeti dari seluruh pengikutnya. Dan pungutan
ini bila dimaksudkan sebagai pembayaran zakat, maka kita semua sudah
mengetahui tentang berbagai ketentuan dan persyaratan syari’at zakat
mal, dimulai dari nishob, haul, jenis harta, jumlah yang harus
dibayarkan, serta orang-orang yang berhak menerimanya.
Dan iuran rutin yang diajarkan oleh LDII sudah barang tentu tidak
memperdulikan semua ini, oleh karena itu mereka hanya mempertimbangkan
jumlah kekayaan, tanpa memperdulikan berbagai ketentuan zakat yang telah
saya sebutkan di atas dan telah dijabarkan dalam Al Qur’an, yaitu dalam
surat At Taubah ayat 60, dan berbagai hadits Nabi
shollallahu’alaihiwasallam serta telah dipaparkan dengan gamblang dalam
karya-karya ulama islam di sepanjang masa. Dengan demikian, jelaslah
bahwa iuran wajib LDII tersebut bukan zakat, karena dikenakan kepada
setiap anggota.
Di kalangan Syiah dikenal infaq wajib yang disebut khumus yang besarnya
adalah seperlima (20%) dari penghasilan yang diperoleh dari
pekerjaannya. Berikut ini beberapa hadits dari Abu Jakfar yang dijadikan
Syiah sebagai dalil atas kehalalan Khumus.
Berkata As-Shadiq alaihis salam : “Sesunguhnya Allah yang tidak ada
tuhan selain Dia ketika mengharamkan bagi kami sedekah telah menghalakan
bagi kami khumus, sedekah itu haram bagi kami dank khumus itu wajib
untuk kami”. (Man la yahdhuruhul Faqih, 2:41)
Dari Abu Jakfar alaihis salam berkata : “Tidak halal bagi seseorang
untuk membelanjakan sebagian dari khumus sehingga sampai kepada kami hak
kami.” (Al-Hadhaiq An-Nadhirah karangan Al-Bahrani, 12: 428)
Dari Abu Bashir dari Abu Jakfar alaihis salam berkata : “Barangsiapa
yang berbelanja dengan sebagian dari harta khumus tidak akan diampuni
oleh Allah, dia telah berbelanja dengan sesuatu yang tidak halal”.
(Al-Hadhaiq An-Nadhirah karangan Al-Bahrani, 12: 428)