Jumat, 16 Agustus 2013

Mesir Dinyatakan dalam Keadaan Darurat Setelah Bentrok Berdarah

http://images.solopos.com/2013/08/15kairo2.jpg

Pasukan keamanan berjuang untuk mengendalikan situasi Mesir, Kamis (15/8/2013), setelah ratusan orang tewas ketika pihak otoritas membubarkan secara paksa kamp demonstran pendukung presiden terguling Mohamed Mursi, dalam pertumpahan darah nasional terburuk dalam beberapa dasawarsa terakhir.


Pihak Ikhwanul Muslimin terlibat bentrok dengan polisi dan tentara yang menggunakan buldoser, semprotan gas air mata dan peluru tajam pada Rabu (14/8/2013),  untuk membersihkan dua kamp Kairo yang telah menjadi pusat perlawanan Ikhwanul Muslimin terhadap militer setelah Mursi digulingkan pada 3 Juli.
Bentrokan menyebar dengan cepat, dan seorang pejabat kementerian kesehatan mengatakan sekitar 300 orang tewas dan lebih dari 2.000 terluka dalam pertempuran di Kairo, Alexandria dan banyak kota-kota di seluruh negara berpenduduk 84 juta orang itu.

Tindakan keras yang dilakukan tentara Mesir tersebut mengabaikan seruan pihak Barat untuk menahan diri dan menempuh jalan damai dan penyelesaian dengan negosiasi untuk mengurai kebuntuan politik Mesir politik, hingga memunculkan kecemasan internasional.
Ikhwanul Muslimin mengatakan jumlah korban tewas yang sesungguhnya jauh lebih besar, dimana  juru bicaranya mengatakan 2.000 orang telah tewas dalam “pembantaian” tersebut.

Pemerintah bentukan militer mengumumkan keadaan darurat selama sebulan dan memberlakukan jam malam,  mulai senja hingga fajar di Kairo dan 10 provinsi lain, mengembalikan kekuasaan tentara untuk melakukan penangkapan dan penahanan tanpa batas waktu yang pernah dimiliki  selama beberapa dekade sampai jatuhnya otokrat Hosni Mubarak di 2011 dalam pemberontakan rakyat.
Tentara bersikeras tidak mencari kekuasaan dan bertindak dalam menanggapi demonstrasi massa yang menyerukan penghapusan Mursi.

Wakil Presiden Mohamed ElBaradei, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian yang memberikan dukungan politik liberal dengan tersingkirnya presiden pertama Mesir yang dipilih secara bebas, mengundurkan diri karena kecewa pada penggunaan kekuatan  dan bukannya negosiasi untuk mengakhiri enam pecan ketegangan.

“Hal ini sulit bagi saya untuk terus yang bertanggung jawab atas keputusan yang tidak saya setujui dengan konsekuensi yang saya khawatirkan. Saya tidak bisa menanggung tanggung jawab untuk satu tetes darah (warga Mesir),” kata ElBaradei. - Solo pos
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar