Assalamualaikum sahabat Epras
Saya punya banyak pengalaman tentang shalat berjamaah di berbagai masjid yang pernah saya kunjungi. Sebagai umat Muhammad Saw, jelas wajib bagi kita untuk menerapkan seluruh sunnah-sunnah yang diajarkan beliau dalam seluruh aspek kehidupan kita. Terlebih lagi ketika melakukan ibadah.Rasanya sudah tidak menjadi hal asing lagi mendengar imam mengingatkan tentang keharusan atau kewajiban meluruskan dan merapatkan shaf bagi makmum ketika mengikuti shalat berjamaah.
Imam yang mengerti pentingnya shaf pasti akan mengingatkan makmum dengan cara yang dicontohkan Nabi Saw dalam berbagai hadits-haditsnya.
Masjid-masjid sudah mulai banyak yang menempel poster-poster tentang aturan dalam shalat berjamaah yang terkait dengan kerapian shaf. Bahkan tidak sedikit tulisan-tulisan petunjuk peringatan di masjid-masjid yang membawa pesan yang sama, sekali lagi: kerapian shaf.
Itu semua berarti bahwa hampir tidak mungkin seseorang tidak tahu tentang anjuran meluruskan dan merapatkan shaf. Hampir mustahil ada orang yang sama sekali tidak pernah mendengar, membaca, atau mengetahui tentang perintah mengatur shaf dalam shalat berjamaah.
Mengapa kerapian shaf begitu penting?
Ada banyak hikmah yang dapat diambil dari perintah Allah Swt untuk meluruskan shaf dalam shalat berjamaah. Salah satu yang utama adalah hikmah rasa persaudaraan diantara sesama muslim. Kita sering menyebutnya ukhuwah islamiyah. Dibalik perintah merapatkan shaf, kita diperintah untuk memperpendek jarak interpersonal kita terhadap muslim yang lain. Meskipun yang ada disebelah kita hanyalah tukang becak, penjual es, atau kuli batu, tetap saja kita dianggap setara dihadapan Allah Swt. Mendekatkan tubuh kita hingga kulit kaki dan lengan kita bersentuhan, secara tidak langsung membuat kita merasa jadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kita harus menanggalkan jabatan dan status kita, untuk mau berdempetan, masuk dalam area intim atau intimate distance. Itu merupakan jarak interpersonal seseorang dengan orang lain yang masuk kategori hubungan ‘dekat’ (intimate relationship) seperti keluarga, saudara kandung, istri, anak, orang tua, dan hubungan dekat lainnya. Maka
Jika hal ini kita pahami benar, maka tidak ada diantara para makmum shalat berjamaah dimasjid yang risih ketika sisi kanan-kiri dari telapak kakinya bersentuhan dengan makmum lain disebelahnya. Mereka juga tidak akan merasa sebal jika lengan makmum disebelah menempel pada lengannya. Dan yang lebih penting lagi, tidak akan ada lagi orang yang mengambil jarak shaf seperti habis lencang kanan!
Saya pernah tahu dan mengalami sendiri bagaimana makmum disebelah saya yang merasa risih walau hanya tersentuh sedikit saja bagian pinggir dari telapak kaki saya. Wallahi, benar-benar sedikit sekali bagian yang tersentuh! Tapi dia lebih memilih untuk menarik telapak kakinya jauh-jauh kedalam. Dan kejadian ini bukan hanya sekali dua kali saja, tapi sangat sering. Bahkan saya juga pernah tidak diperbolehkan menginjak area sajadah makmum disebelah saya yang cukup lebar dan berpotensi membuat shaf jadi renggang. Padahal saya bukan mau mengotori sajadahnya atau menyerobot ‘daerah kekuasaan’-nya.
Hikmah lainnya yang bisa dipetik dari perintah Allah Swt untuk merapatkan dan meluruskan shaf adalah terkait dengan persatuan umat Islam. Sudah barang mustahil umat Islam akan bersatu padu jika melakukan hal kecil semacam meluruskan dan merapatkan shaf saja tidak mampu. Bahkan dalam suatu hadits Allah Swt mengingatkan dengan nada ancaman bahwa barang siapa yang tidak mau meluruskan dan merapatkan shaf, maka Allah Swt akan menancapkan rasa permusuhan diantara mereka.
“Dari Nukman bin Basyir ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:Sebaiknya engkau mau meluruskan barisanmu atau Allah akan menancapkan rasa permusuhan di antara engkau.“ (Shahih Muslim)
Maka siapa lagi yang berani menyangsikan hadits shahih tersebut? Maka dari itu, opsi pilihan kita hanya dua hal: Merapikan shaf, atau berpecah-belah? Kita sendiri yang menjawabnya.